Matinya Roda Jam’iyyah Kami

Table of Contents

Konflik Internal PBNU
Sumber foto : Media Indonesia



Jam’iyyah ini sedang berjalan terbalik. Ketua Umum berkonflik dengan Sekjen dan Bendum. Ketua Umum juga tidak akur dengan Rais ‘Am. Sementara Rais ‘Am sendiri tidak sreg dengan Katib ‘Am (yang kebetulan masih keluarga dekat Ketum).


Akhirnya, surat resmi Syuriyah hanya ditandatangani Rais ‘Am. Surat Tanfidziyah hanya diteken Ketum. Padahal aturan mengharuskan empat tanda tangan: Rais ‘Am, Katib ‘Am, Ketum, dan Sekjen.

Ini bukan lagi soal organisasi yang macet. Ini soal mesin yang mati dan dibiarkan karatan selama berbulan-bulan. 

Masing-masing kubu berjalan sendiri. Jama’ah Nahdliyin bergerak tanpa arahan, tanpa bimbingan, tanpa kepemimpinan PBNU. Roda terkunci mati.

Wa ba’du, jam’iyyah ini sakit parah. Kehilangan marwah, kehilangan arah. Bukan melayani jama’ah, bahkan menggerakkan roda organisasi saja sudah tak sanggup. AD/ART sudah jadi dokumen mati.

Tagline ingin “menghidupkan kembali Gus Dur”, nyatanya sikap kritis justru hilang sama sekali. Mengaku ingin “governing NU”, tapi tata kelola PBNU sendiri remuk redam. Mengibarkan bendera khittah, malah tercebur dalam kubangan dukung-mendukung Pilpres. 

Mengaku berkhidmat untuk bangsa, malah gaduh sendiri soal tambang. Bicara ingin membangun peradaban dunia, tapi yang diundang justru tokoh zionis perusak peradaban.

Satu Abad NU bukan dirayakan dengan kejayaan, tapi dilewati dengan perih dan prihatin yang menyesakkan dada.

Mau sampai kapan kondisi jam’iyyah dibiarkan begini….

Al-fatihah untuk Hadratus Syekh Mbah Hasyim Asy’ari dan para muassis NU lainnya 🙏🏻😰

Tabik,

Nadirsyah Hosen

Post a Comment